Sunday, December 18, 2016

Tak Apa, Sayang

Ingatkah kau dengan lembayung senja yang sering kita nikmati pada akhir minggu? Rasa semilir angin, suara deburan ombak. Semua terasa sempurna. Begitu indah.

Ingatkah kau dengan bintang-bintang malam yang kita lihat di bibir pantai waktu itu? Katamu sebetulnya ada jutaan bintang di langit malam, hanya saja awan terlalu jahat karena hanya menunjukkan sedikit bintangnya.

Ingatkah kau dengan rintik hujan yang sering kita lewatkan berdua? Pada perjalanan panjang. Katamu meneduh lebih baik. Kataku, apa salahnya menerjang rintik hujan sambil bernyanyi di dalamnya?

Ingatkah kau dengan isak-tangis yang kau keluarkan sendiri? Ditengah kerumunan orang banyak. Di tampat gelap yang ramai di duduki orang-orang. Katamu kau tak sanggup untuk kehilangan.

Ingatkah kau dengan jejak-jejak yang kita tinggalkan berdua, pada hari kemarin yang menjadikannya sebentuk kenangan untuk hari ini?

Ya, bentuk kenangan yang buatmu mungkin tak ada artinya. Aku hanya sekeping koin yang kau gunakan untuk mencapai tujuanmu sendiri. Tak apa. Kau tahu aku wanita yang sangat kuat. Karena aku menyimpan kenangan itu erat-erat. Menyimpan dalam kotak memori yang begitu cantiknya.

Aku juga tidak ingin kehilangan, sebetulnya. Namun kalau kau terus memaksaku untuk pergi, aku juga tidak akan memaksamu untuk pergi dengan tenang. Ingat Sayang. Aku masih tetap mencintaimu meskipun tanpa rumah. Berkelanalah. Nikmatilah kebebasanmu. Aku tak ingin merengkuhmu dengan luka-luka yang begitu pahit. Aku hanya ingin menjadi rumah untukmu pulang, dari perjalanan hidup yang panjang.

Lalu kalau pada akhirnya dengan segala upaya yang ku lakukan, kau juga tak kembali pulang, maka aku akan benar-benar pergi, Sayang. Tak mungkin menunggumu seribu tahun hanya untuk melihatmu bercinta dengan bidadari Sorga. Pasti kau tidak tahu betapa pedihnya. Pasti kau tidak merasakan pahitnya. Karena hanya dengan begitu kau mudah untuk tersesat dalam perjalananmu sendiri.

Tak apa kalau kau memang masih ingin menikamku dari belakang. Tak apa kalau kau sering kali dengan mudahnya menghempas kenangan kita yang sudah berlalu. Tak apa kalau kau masih ingin terus menusukku dengan pisau yang begitu tajamnya. Tak apa kalau kau masih terus berusaha mengambil banyak keuntungan dariku. Tak apa kalau kau memang masih ingin memonopoliku. Tidak apa.

Aku masih disini, masih terus disini.

Aku bukannya mencintaimu,


Aku

hanya


membutuhkanmu.

Monday, December 5, 2016

Di Belantara

Tetes
Air
Hujan

Hujan
Air
Di tanah

Layu
Rusuk
Berduri

Sisa
Hidup
dan
Mati

Berjalan
Jalan
Jalan
Di jalan

Meraung
Aung
Di hutan

Belantara
Tiada
Dusta

Lirih
Lirih
Pedihnya

Sepi
Koyak
Mengoyak

Meronta
Meminta

Ah!
Sudah biasa

Melapas
Cengkram
Di tangan
Sudah..
Sudah..

Pergi


Yusi,
05 Desember 2016

Your Twinflame

Mungkin, pada saatnya nanti ketika kau mengetahui bahwa jalanku bukan lagi ke arahmu, kau akan menangis dengan kencang. Memaki jalan hidupmu...