Friday, February 17, 2017

Inang Sahara

Dari banyaknya tetesan hujan 
Ada setetes rindu 
Menyelinap dalam aliran syahdu mata 
Deras tiap malamnya 

Bagaimana mungkin bait demi baitnya selalu saja sama?
Sedang Tuannya sudah pergi menjauhi dunia 
Mengekalkan gundah gulana 
Menjadikan warna mata si Inang kelabu 

Tidak percaya 
Pada cincin di jari manisnya
Sebab aku ingat cumbuan panas di tengah gurun sahara 
Sebab aku ingat betapa lembut suara, juga sentuhan demi sentuhan
Memabukkan 
Hingga hanyut pada kahyangan 
Pada malam-malam berbintang 

Jangan tanyakan mengapa 
Karena si Ratu hendak memenggal kepalaku 
Meguliti daging ku untuk di santapnya 

Di araknya ke tengah lapangan luas 
Rakyatnya memenuhi panggilan
Untuk menyaksikan
Kematianku 
Sebab Tuannya sudah pergi lebih dulu 
Di rebus dalam panci panas mengekalkan segala rindu 

Katanya, Tuan bisa memeristri lebih dari Ratu 
Nyatanya kepunyaannya di renggut pula
Kecintaannya, 
hingga bisa membawa Tuan pada kenikmatan dunia 
lebih dari Ratu 
Lebih dari Ratu yang hanya memberikan isi dunia pada Tuan 

"Aku mencintaimu" bisiknya di tengah desahan tiada henti 
Nyatanya kau mati juga, Tuan.

Lalu pada terik matahaari pagi 
Juga pada rinai hujan malam tadi 
Aku bersumpah akan mengutuk segala rindu
yang bermula dari Sungai Nil 
hingga gurun sahara 

Sudah

Ratumu telah bersiap memangsa se-ekor ular macam diriku 
Tunggulah di neraka 
Aku tidak sabar ingin mengadu 

Bahwa aku juga mencintaimu, Tuan
Bahwa aku akan menghancurkanmu sekali lagi, Tuan. 

Dalam kepedihan paling lara
Dunia Nyata 
maupun nerakamu

No comments:

Post a Comment

Your Twinflame

Mungkin, pada saatnya nanti ketika kau mengetahui bahwa jalanku bukan lagi ke arahmu, kau akan menangis dengan kencang. Memaki jalan hidupmu...