Tuesday, April 23, 2019
Pulang
Memulai hari seperti biasa
Menghirup udara dan menyapa dunia layaknya hari-hari lalu
Saat dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Tangerang, aku melihat dunia dari atas sana untuk pertama kalinya. Ketika pesawat ingin mendarat ke bandara udara, aku bergeming sambil bertanya, "Aku pulang? Benarkah?"
Aku kembali berjalan menyusuri ruang dan waktu tanpa adanya gairah hidup. Aku kembali dengan semangat yang menghilang.
Pagi ini, aku berjalan sambil mendengarkan lagu-lagu kesukaanku. Menyapa orang-orang yang sudah menjadi tetangga baikku. Merasakan hangatnya mentari yang menyengat sekali seperti biasanya. Lagi-lagi, rasanya begitu hampa.
Aku jadi ragu. Sebenarnya dimana rumah bagiku untuk pulang. Rasanya sangat hampa. Tidak ada gairah seperti biasanya.Tidak ada debar yang menggembirakan seperti saat pertama kali aku menjejakkan kaki di tanah Yogya. Tidak ada tawa yang begitu lepas seperti saat aku berbincang ringan dan bercanda ria dengan kawan-kawan. Tidak ada pagi yang menyegarkan sesegar ketika aku membuka mataku di pagi hari pun di malam hari.
Jadi, dimana sebenarnya rumah untukku pulang?
Friday, March 22, 2019
Purnama
Friday, March 8, 2019
Saat Jiwa Kita Bertemu
Kau tersenyum, hangat seperti biasanya
Wednesday, March 6, 2019
Kata Rahwana
Mari kembali kepada waktu yang telah berlalu
Mengenai sebait puisi yang aku ciptakan kala senja
Untuk mengenang rindu
Untuk mengabadikan segala pilu
Seperti biasa, aku duduk termangu
Sambil menyeruput kopi hitam
juga mendengarkan lagu-lagu indie
Diluar hujan
Basah luruh bersamaan dengan kenangan yang kian lapuk
Aku ingat, kau dan aku pernah menerjang hujan bersama
Bertengkar kecil mengenai siapa yang seharusnya memakai mantel
akhirnya tidak ada satupun dari kau maupun aku yang memakainya
Kau kebasahan, pun aku
Hal-hal kecil seperti itu, tumbuh menjadi kenangan yang manis
Sangat manis
Sampai-sampai membuat candu
Segala yang pilu luruh
Segala yang hancur lebur
Kata Rahwana, tidak ada yang salah dari cinta
yang salah ialah status sosial,
yang salah ialah tatanan dan silsilah kehidupan
Sedang mencintai Sinta tidaklah salah
Begitupun mencintaimu
Bagiku, mencintaimu ialah hal terhebat
Mengapa pula harus ku sembunyikan?
Mengapa pula harus ku abaikan?
Mengapa pula harus ku diam-diamkan?
Tidak ada yang pilu dari mencintaimu
Selain engkau mencintai selain aku
Ya.. itu hakikatmu
Semesta hanya mengijinkan aku pada batas mencintaimu saja
Bagiku tak mengapa
Sebab
Benar pertanyaan Rahwana, "Tuhan, jika cintaku kepada Sinta terlarang, mengapa Kau bangun megah perasaanku dalam sukma?"
Telah begitu megah rasanya
Telah begitu indah rasanya
Sunday, February 3, 2019
Aku Bertemu Lelaki Sederhana
Katanya, bertemu dengan seseorang merupakan suatu takdir yang telah digariskan oleh Semesta. Termasuk dengan orang-orang yang hadir dalam kehidupan kita. Keluarga, saudara, sahabat, teman, kekasih, mantan, musuh, saingan.. mereka semua adalah bagian yang Semesta gariskan untuk masuk dalam kehidupan kita untuk memberikan pengalaman baik dan buruk, senang dan sedih, manis dan pahit, semata-mata demi memberikan pelajaran terbaik bagi kehidupan kita.
*
Pada suatu hari aku bertemu dengan lelaki dengan senyum yang sangat hangat. Bukan hanya senyumnya, namun sentuhan pada jabatan tangannya pertama kali, juga keberadaannya disekelilingku, yang merupakan suatu kehangatan. Seperti hangat senja sore hari yang sering kali ku nikmati. Ia juga memiliki tatapan mata yang tajam, sama sepertiku. Ia memiliki aura seperti cahaya matahari. Begitu terang dan hangat.
Bersamanya, membuatku seperti berjalan dari lorong yang gelap, dingin, dan pengap, menuju terangnya cahaya yang memiliki kehangatan menenangkan. Ketika telah sampai padanya rasanya seperti ingin berlama-lama saja, sebab ada perasaan ganjil ketika berdiam diri di sebelahnya. Begitu ia mengeluarkan suara kemudian tertawa, suaranya mampu memecahkan keheningan. Menularkan suatu rasa yang bertubi-tubi. Menggembirakan.
Ia.. adalah lelaki paling sederhana yang pernah ku temui di dunia ini. Matanya cokelat, ketika menatapnya seakan tenggelam dalam seribu satu ketenangan. Dan aku sering kali terperangkap di dalamnya. Buatnya, bahagia adalah suatu kesederhanaan. Seperti caranya memperlakukanku dengan sangat sederhana. Ia menggenggam seluruh harapan, membiarkan Semesta merestui segala inginnya.
Aku mengatakan, bahwa segala ingin belum tentu yang dibutuhkan. Namun ia berkata, bahwa segala yang diharap adalah apa yang dibutuhkan.
Ia.. adalah lelaki paling sederhana yang pernah ku temui di dunia ini. Caranya memandang dunia, membuatku menyadari apa yang sebenarnya aku butuhkan. Ia mengatakan bahwa hidup itu sebentar, lantas, materi ialah benda yang hanya bisa digunakan di dunia ini, sedang cinta akan terus hidup meskipun kita mati. Ia mengatakan bahwa Ibu ialah permata segala buah hati. Sudah sepatutnya kita menghargai dan mengasihi. Lantas aku menangis menyadari bahwa manusia tidak perlu banyak berlari. Cintai apa yang telah Semesta ijinkan untuk dimiliki.
Ia.. adalah lelaki paling sederhana yang pernah ku temui di dunia ini. Orang-orang mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling sulit di mengerti. Bagiku, justru ia adalah orang yang paling mudah aku mengerti. Ingin dan harapnya begitu sederhana. Ia adalah orang yang penuh sekali kasih sayang, lelaki baik dengan hati yang lembut sekali. Mudah sekali terluka dengan sayatan-sayatan tak kasat mata. Maka tak hentinya aku berkata maaf, jika apa yang ku lakukan malah justru melukai.
Ia.. adalah lelaki paling sederhana. Sesederhana aku yang merindu, soal jajan angkringan di pinggir jalan. Sesederhana dia yang berceloteh kemudian berkata bahwa aku sepeti koin yang memiliki dua sisi, di ujung senja. Sesederhana aku yang tertawa, akibat tingkah recehnya. Sesederhana dia yang datang tiba-tiba dari kejauhan hanya untuk melebur rindu. Katanya jika rindu maka bertemu..
*
Setiap pertemuan, selalu ada perpisahan. Dalan setiap hubungan, selalu ada pembelajaran. Aku mempelajari segala bentuk kesederhanaan darinya. Dari mencintai hingga merindu. Semesta mengajari bahwa segala bentuk ingin tidak perlu dipaksakan. Sebab, inginnya kita belum tentu yang kita butuhkan. Sebab.. inginnya kita belum tentu kebahagiaan. Maka tidak, juga ialah sebuah jawaban.
Sunday, January 27, 2019
Tumbuh Dari Luka
Luka. Satu kata yang siapapun enggan untuk merasakannya. Penderitaan sebab luka ialah yang paling pahit. Jika dalam dan menganga, maka kau membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkannya. Jika ia hanya sayatan maka ia kan menutup dengan sendirinya.
Sejak aku dilahirkan Tuhan memberikanku tempat terbaik untuk menempa diri. Membuatku terus menjadi goyah, rapuh. Membawaku terbang tinggi kemudian menjatuhkanku ke lubang paling dalam, hingga banyak sekali luka pada jiwa ini. Jalan yang sudah digariskan terus membawaku pada jalan-jalan lirih. Membuatku terus saja mengasihani diri sendiri. Menangisi diri mengapa terus saja seperti ini. Hingga bahagia ialah sebuah dongeng yang fana.
Pada suatu ketika, ada malaikat datang padaku. Ia mendekap erat tubuhku ketika aku duduk bersimpuh setelah sujud terakhirku, meraung, menangis meratapi hidup yang sudah Tuhan gariskan. Mempertanyakan mengapa Tuhan begitu kejam pada diriku. Lantas aku lupa diri. Bahwa manusia di Bumi bukan hanya aku. Aku masih ingat dekapan itu begitu lembut dan dalam. Seolah menguatkanku untuk terus bertahan. Bahwa ini hanya sekedar cobaan hidup yang harus dilalui untuk pertumbuhan jiwa, agar bisa memasuki babak selanjutnya.
Seringkali aku lupa bawah perjalanan ini bukan hanya sekedar jalan yang sudah Tuhan gariskan. Melainkan ada jalan yang aku pilih sendiri, berdasarkan dengan yang sudah disuguhkan padaku. Setiap kali memilih, selalu ada pertanyaan, "Apakah pilihanku sudah benar? Apakah suatu saat nanti aku tak akan menyesalinya?". Terus berputar seperti itu. Hingga waktu memberikan jawaban terbaik dari pilihan sudah diambil, dari pertanyaan yang telah terlontarkan.
Waktu.. menjadi sebab bagi pemulihan setiap luka. Ada yang prosesnya cepat, ada yang prosesnya lambat. Semua tergantung dari bagaimana caranya engkau menghadapi luka yang tlah kau dapati dalam perjalanan kehidupan. Buatku, menikmatinya dan menghadapinya adalah cara paling cepat dan tepat untuk memberikan penyembuhan diri. Menikmati setiap ritme sakit sebab penderitaan yang tak berujung. Perih, muka, jengah. Ialah makanan sehari-hari yang harus dihadapi. Mengutuk diri terus menerus dalam setiap kesempatan, memberikan pembenaran bahwa seharusnya begini, seharusnya begitu. Lupa kalau sebetulnya Tuhan pernah berkata, yang kita inginkan belumlah tentu yang kita butuhkan. Lupa kalau sebetulnya Tuhan pernah berkata, bahwa setiap cobaan, luka yang diberikan selalu tidak pernah melampaui kapasitas yang kita miliki. Dalam diri selalu ada kekuatan untuk menghadapinya. Entah datangnya dari mana.. suatu saat kau kan menyadari kekuatan itu.
Apakah dengan tumbuh dari luka, aku menjadi kuat? Jawabannya iya, selama terus berusaha menghadapi. Entah dengah berani, entah dengan berat hati. Selama apapun luka yang kau pendam, sedalam apapun kau menyembunyikannya, nyeri dalam dirimu kan terus berdenyut, menyudutkanmu hingga kau terjatuh lagi dan lagi.. dan kau tak mampu lagi menghadapinya. Kau menjadikannya sebuah bom yang sewaktu-waktu kan meledak, yang kan memporak-porandakan kehidupanmu.
Jadi.. hadapi saja. Nikmati saja lukanya. Kalau kau ingin bahagia, cukuplah ikhlas dengan jalan yang sudah digariskan, cukuplah damai dengan pilihan yang sudah engkau pilih.
Kelak.. kau akan mendapati dirimu terus merasa bersyukur, bahwa Tuhan membuatmu terus tumbuh, dari luka-luka yang kau dapatkan.
Thursday, January 3, 2019
Sajak Kerinduan
Your Twinflame
Mungkin, pada saatnya nanti ketika kau mengetahui bahwa jalanku bukan lagi ke arahmu, kau akan menangis dengan kencang. Memaki jalan hidupmu...
-
Hujan rintik-rintik Deras kemudian Angin kencang di luar Aku gigil Lampu rumah mati Sembunyi aku dibalik selimut hangat Samar-samar ku deng...
-
Tetes Air Hujan Hujan Air Di tanah Layu Rusuk Berduri Sisa Hidup dan Mati Berjalan Jalan Jalan Di jalan Meraung Aung ...
-
Sudahkah engkau menyeruput kopi hitam siang ini? Mari kembali kepada waktu yang telah berlalu Mengenai sebait puisi yang aku ciptakan kala...