Sunday, January 29, 2017

Tidak Ada


Pada daun berguguran di taman
Kelopaknya menghiaskan namamu
Satu
Dua
Tiga
Empat
Begitu ku hitung terus sampai senja tiba

Tetap namamu

Pada hujan yang begitu lebat di malam hari
Tetesannya mendengungkan kerinduanku
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Begitu ku hitung terus sampai fajar tiba

Tetap merindumu

Aku berjalan sampai pada sudut-sudut kota
Melihat gemuruh canda tawa bocah-bocah
Mendengar rintihan ibu-ibu tentang habisnya beras untuk makan malam
Merasa mencekam dengan preman-preman mabuk di bawah sinar lampu jalan malam  

Demi mencari cintaku

Kemudian aku menyadarinya
Kau tak ada di manapun

Tidak di mataku
Tidak di hatiku 

Duka

Hujan di bulan Januari
Bukanlah hujan tanpa kenangan
Justru tetesannya mengandung seribu kali kepedihan
Mengenai hancurnya mimpi-mimpi tiada akhir

Aku menunggu di gerbang
Ingin membawakan makan siang
Namun kau tak ada,
Katanya kau pergi membawa duka

Lantas aku mencarimu disekliling tempat biasa kau menaburkan duka
Kau tetap tak ada

Aku menunggumu di depan rumah
Kau tak kunjung pulang

Sudah berhari-hari
Sudah berminggu-minggu

Mei mei datang kerumahku, bilang ada seorang pemuda mengapung di Sungai Biru
Berbondong-bondong warga menuju ke sana
Termasuk aku di bawanya

Sampai di sana pemuda itu sudah berada di daratan
Bajunya penuh dengan lumuran darah
Kulitnya sudah memucat
Pun wajahnya yang hancur penuh lebam dengan tulangnya yang sudah banyak patah

Orang-orang tak ada kenali sedikit pun
Mei mei juga

Lalu aku hanya bisa terdiam
Terpaku

Meski begitu aku tetap tahu
Bahwa itu kau



Saturday, January 14, 2017

Jendela Kesedihan-ku

Aku ingin memuisikanmu
Lewat semilir angin
Lewat jalan-jalan sunyi
Pun ramai di malam hari

Aku ingin memenjarakanmu
Dengan jeruji besi
Dengan baja yang begitu kuat

Aku ingin melipat segala sejarahmu
Membakar
Membuang
Menggantikannya dengan yang baru

Kau yang baru dengan puisi-puisiku
Melalui tinta yang ku teteskan di atas dedaunan kering
Basah
Menjadikannya cerita baru nan utuh

Kemudian aku berlari
Setelah mengintip dari balik jendela
Bahwa kau tlah berubah

Jendela yang menembus masa depan yang mulanya ku ciptakan sendiri
Dengan pena
Bait demi bait
Pagar dedaunan

Kau terdiam disitu
Menungguku di balik jendela kasat mata
Memohon kembaliku

Hanya aku memandangimu dari kejauhan masa depan
Tak dapat kau lihat
Pun menengok barang sepersekian detik

Kemudian,
aku pergi lagi menjalani pedih perih duka tiada ujung
Mendendangkan alunan kesepianku sendiri
Tanpa tanganmu yang jauh di balik jendela itu

Aku ingin kembali
Mencintaimu dengan utuh
Memeluk cintamu
Mendekap segala rindu

Lalu aku berlari lagi
Kembali pada jendela kasat mata
Pada tempat biasa melihatmu dari masa depan

Kau pun tak ada
Tidak di tempat biasa kau menungguku
Sambil menangis layaknya bayi baru keluar dari rahim ibu

Aku menangis sejadi-jadinya
Aku mengelu sepedih-pedihnya

Aku tak bisa kembali lagi

Your Twinflame

Mungkin, pada saatnya nanti ketika kau mengetahui bahwa jalanku bukan lagi ke arahmu, kau akan menangis dengan kencang. Memaki jalan hidupmu...