Thursday, July 20, 2017

Pendar Waktu



Melipir ditengah hujan basah malam
Memeras segala air mata mendarah
Baunya membusuk meremukkan tulang-tulang
Berlinangan bersama gugurnya kenangan

Katanya, siapa sembunyi ia akan mati
Namun tidak denganku
Luka ialah seibarat tumpukan dedauanan di padang mahsyar
Terus saja menyayat tiap menit terlewat
Mati begitu saja di peraduan kahyangan

Betapa kembali tiada bisa disinggahi, lagi
Cintamu tlah pergi
Mengurungku pada buaian pedih tak berperi
Menggugat kata-kataku
Satu, dua, tiga, enam, delapan
Perbuatan keji yang terbelenggu, di mata beningmu 

Ampuni aku
Wahai pembumi  
Jiwaku terus saja bersemayam pada waktu lalu
Masih bergelut melawan rindu-rindu
Pada tangan yang masih bergandengan
Pada bibir yang terus berpagut di malam redup

Jikalau terus saja menghilang bersarang di telaga warna
Bersama dengan luka dariku yang kau bawa sejauh waktu
Maka sebagaimana aku mampu merengkuh jalan pulang?
Terseok-seok memandu langkah untuk membawa
Cintaku
Rinduku 

Aku ingin kembali

Tuesday, July 11, 2017

Tiga Dekade

Aku mengaitkan seluruh rindu pada permukaan rasaku 
Bahwasanya ia tidak pernah lari kemana-mana 
Terus saja berjelaga dengan duka yang ada

Di malam hari aku bertanya pada rembulan 
Kemanakah pujangga cinta, bulan?
Ia mengatakan 
Sabarlah. Kalau bukan di matamu, mungkin di hatimu.

Lalu dengan segenap rasa
aku terus berdiam diri 
Memupuk segala kenangan agar ia kan bersemi, suatu hari nanti 
Mengatakan pada diriku bahwa tidak apa begini
Sebab akan datang hari aku bertemu dengan diriku sendiri 
Setelah sekian lama berserah pasrah 
Kehilangan arah 

Pada satu dekade 
Dua dekade 
Tiga dekade 

Aku bertemu dengan tangan yang begitu hangat 
Senyum yang begitu menyenangkan 
Mata yang begitu berbinar 
Dan yang terpenting, aku bertemu dengan diriku sendiri 
Berhadapan dengan Hitam dan Putih, sisiku yang tak pernah terlihat 
Oleh kasat mata 

Padahal aku tahu, dia bukan milikku 
Sebab cintanya pada Lebah begitu melekat 

Aku memberanikan diri 
Memberikan seluruhku 
Perasaan yang tidak begitu asing di hadapan 
Memberikan seluruh rinduku yang tak bersarang 

Aku memberanikan diri 
Membelai luka 
Mengobati dengan tangan-tangan basah 
mata airku 

Kemudian 
Pada akhirnya 
Setelah seribu abad aku berjalan, tanpa mengharap 
Aku menemukan 

Diriku dirindukan 

Saturday, June 24, 2017

Gugurnya Senja

Aku melewati senja
Pada jalan yang berguguran dedauanan
Dengan aroma musim gugur

Ada perasaan-perasaan ganjil menghampiri
Menggeletik ketenangan batin yang selama ini berucap baik-baik saja
Yang katanya menolak untuk merintih, sebab hati tidak ingin sedingin musim dingin di kutub utara

Bahwasanya semesta tidak mengharap cinta padaku
Sebab akulah pengemisnya
Mengayuhkan tangan setiap malam berharap didengarNya segala doa
Semusim, 
Pada musim yang dingin

Ialah patah hati menjadi penyebabnya
Segala duka yang mengikis tiap-tiap bahagia yang ada
Kalau saja genggamku tak dilepasnya
Kalau saja air mata, mata airku tak dilepasnya
Maka hatiku masih tetap utuh tak bersisa

Ia baik-baik saja, selama mata tertutup rapat
Telinga pun sama
Juga mulut yang enggan berucap
Sebab cinta ialah segala permata, hati

Namun,
Jikalau tiada bisa berdiri tegak saat padang mahsyar menggampiri, lantas kepada siapa lagi aku bersandar?
Maka maafkanlah segala dosa hati juga sikap yang terpendar, padamu

Tuesday, June 6, 2017

Menunggu ?

Berdukalah
Tanganku tak pernah lekang menghapus air matamu

Berbahagialah
Seolah kau kan menelusuri senja di padang mahsyar

Jatuh cintalah
Bersama dengan hembusan angin yang menerpa wajahmu


Sebab ku lihat kau di perasingan
Tanpa kata

Sebab ku lihat kau di perapian
Menunggu

Ketahuilah
Aku tidak akan pernah datang lagi


Sunday, May 28, 2017

Dimana

Pernah pada suatu hari, hujan badai datang menghampiri sambil berbisik bahwa Pangeran sudah datang. Lantas aku langsung bergegas lari keluar rumah ingin melihat apakah benar binar mata hangat yang datang. Tepat di depanku, berdiri sesosok pria bertubuh tegap dengan mata cokelat sedang menatapku dingin. 
Bukan dia.. 
Bukan dia.. 
Air mataku turun tak tertahankan. Menahan rindu pada kehangatan binar mata juga rengkuhan tangannya.  

Sunday, April 16, 2017

Rentang Waktu


Dua Belas Tahun Lalu

Tidak sedikit anak menghilangkan kesedihan daripada bermain
Begitu juga kau
Terpaku pada seorang gadis cilik,
aku namanya
Jalan berliku-liku, dan kau tersenyum
Namun tak kutemukan benang itu 


Sembilan Tahun Lalu

Layaknya seorang anak muda yang dimabuk cinta
kau memberanikan diri untuk menyapa
Aku tak mengapa,
sebab aku bicara juga pada dedaunan, kucing liar
Mencoba memahami setiap percakapan yang terlontar
Namun kau malah membawaku hanyut pada labirin yang tak terpecahkan
Kau pasti tidak tahu kalau aku mengamuk
Lalu pergi begitu saja

 

Enam Tahun Lalu

Patah hati ialah duka paling nestapa bagi seorang pecinta sepertiku
Kehilangan seperuh jiwa seperti dihujam begitu banyak tombak
tak tertahankan perihnya
Kemudian kau masuk kembali mencoba berbagai macam peruntungan
Kalau saja aku bisa menjadi bagian dari hidup panjangmu
Kalau saja aku bisa menggenapkanmu
Kau pasti tidak tahu,
Racun hanya membutuhkan penawar
Aku bisa melihatnya hanya dari binar matamu
Bahwa tidak ada satupun penawar yang kau punya
Penawar itu ialah cinta



Empat Tahun Lalu

Ilmu Pengetahuan telah memenuhi dirimu
Aku bisa melihatnya
Lantas kau ceritakan misteri-misteri mengenai organisasi dunia yang begitu keren-menurutmu
Namun buatku hal itu bukan sesuatu yang patut dibanggakan
Karena teori tersebut, bisa menghancurkan kehidupan yang Tuhan Ciptakan
Akhirnya kita berselisih paham,
Untuk pertama kalinya aku bertengkar soal pandangan yang berbeda

 

Dua Tahun Lalu

Setelah kekacauan terakhir, aku tidak lagi mendapat kabar
Tidak juga berpikir mengenai kabar baik atau burukmu
Masih kutemukan pesan-pesan di salah satu akun sosial mediaku bahwa kau meminta maaf dan ingin memulai lagi pertemanan
Saking lelahnya, akhirnya kau hanya menawarkan untuk datang ke acara yang kau adakan bersama teman organisasimu
Lagi-lagi, aku tidak menggubris

 

Satu Tahun Lalu

Bunga yang mekar pada akhirnya akan layu juga
Begitu juga amarah
Muncul pesan lagi di salah satu akun sosal mediaku
Kau rupanya
Aku pun menyerah untuk marah
Untuk apa pula aku marah?
Awalnya kau hanya ingin kembali menyapa dan menyambung kembali pertemanan
Aku mendengarkan segala apa yang ingin kau ceritakan
Meski aku tahu pertemanan yang kau maksud bukan hanya sekedar pertemanan
Kau bilang aku berada dipuncak tertinggi di suatu gedung kosong. Tidak ada lift
Kau bilang aku berada pada level tertinggi dari suatu game, yang sama sekali tidak bisa kau taktulakan
Baik dulu maupun sekarang
Aku melihat luka
Jauh di lubuk hatimu, ada lubang yang mengaga begitu lebar
Aku bisa merasakannya
karena hidupku ditahun-tahun sebelumnya ialah hidup penuh luka, penuh dengan rasa bersalah, penuh dengan darah ditangan kanan maupun kiri
Aku tambah yakin ketika melihat kedua bola matamu secara langsung
Kau pasti tidak tahu
Aku merasa lega, pada akhirnya kau mengerti bagaimana rasanya mencintai kemudian patah hati
Ini waktu yang tepat untuk menyembuhkan luka, baik kau maupun aku
Dan kau  menemukan penawarmu,
Ialah aku
Ialah kau

Tuesday, April 11, 2017

Musafir Durjana

selangkah lagi kau kan memasuki ruang penuh tahta
di sebagiannya ialah karangan, mawarmu
perlahan kau kan lihat taman perasingan paling durjana
dipenuhi rangkaian bunga penuh balutan duri berisi racun yang kan membunuhmu

katanya kau musafir yang berasal dari gurun Sahara
maka ku perkenalkan, aku

bola matamu sejernih lautan lepas
maka lantas ku tak percaya kau ialah musafir paling kejam seantero jagad raya
baiknya duduklah dahulu dan lihatlah ruang yang baru itu
adakah mungkin ingin kau rampas cantiknya
atau kau rawatlah dengan peluhmu

"Bunuhlah aku." Ucapmu dengan tenang sembari duduk di balik pintu
"Aku hanya pergi untuk berhenti mencintainya, Nona."

malam menjadi amat panjang
kemudian ku tatap lekat-lekat matanya, sekali lagi
lalu adakah lelaki durjana dengan tatapan mata sehangat sekaligus sesendu bidakara langit malam?

Your Twinflame

Mungkin, pada saatnya nanti ketika kau mengetahui bahwa jalanku bukan lagi ke arahmu, kau akan menangis dengan kencang. Memaki jalan hidupmu...