Friday, December 21, 2018

Cerita Senja


"Aku ingin berduka. Kemudian dukaku kan bersemayam dibalik cahaya Semesta, berdasar pada senja kejinggaan, pada langit kemerah-merahan hampir keunguan. Bertekuk lutut dihadapan bumi pertiwi bak anak yang hampir mati, sekarat. Jiwaku tumbang. Ya. Menumpuk segala lara dalam benak.
'Ah, dasar jalang. Baru segitu kau sudah merengek! Dasar brengsek!'. Sahut seorang tua keladi dibalik pintu bar. Ditangan kanannya sebatang rokok kretek, ditangan kirinya dipegang whisky bekas ia pungut dari tong sampah.

Benar katanya. Baru segini saja aku sudah sekarat ingin mati saja. Lupa kalau dibawah naungan cahaya Semesta kejinggan itu ada gang-gang kehidupan penuh dengan kepolosan hidup. Hidup yang tidak hanya berwarna jingga. Sejauh waktu berlalu, aku terus saja bersimpuh tanpa menoleh ke atas juga ke bawah. Aku berada pada pusaraku saja. Lupa kalau aku bukan hidup pada diriku saja. Kalau-kalau, manusia dibumi tak hanya aku. 

Jejak-jejak dalam sisa perjalanan panjang terus bergeming, dan senja menjadi persinggahan paling syahdu. Kedamaian muskil untuk didapat tanpa menenggelamkan diri pada diri. Membiarkannya menguap saja ke angakasa luas. Sakit yang bertubi-tubi mungkin hanya sejengkal cara Tuhan menyiapkan diri pada bingkisan indah, diberikan pada waktu yang tepat. Kata si Pak Tua itu aku jalang, yang brengsek pula sebab mudah mengeluh dengan sayatan yang Tuhan gariskan. Jalang yang tak tahu arah jalan pulang selain bersimpuh pada kaki bumi pertiwi, mengais-ais meminta belas kasihan. Pantas atau tidak bukanlah manusia bumi yang sepatutnya menentukan. Barangkali jalang juga mendapatkan tempat yang rindang meski bukan di Sorga. Barangkali duka hanya sebatas duka saja. Dan bahagia akan seluas jagat raya."

Friday, December 14, 2018

Jeda

Kalau suatu hari kau tenggelam dalam tumpukkan rasa gundah yang melenyapkan kehidupanmu, baiknya berhenti dulu sejenak. Kau tidak perlu lari atau menghilang. Cukup berhenti dulu. Perjalanan ini begitu panjang dan melelahkan. Panas terik terus menyengat diri tiap kali melangkahkan kaki satu persatu. Hujan badai mampu memporak-porandakan ditengah kekalutan tiada akhir. Juga rintik-rintik sisa hujan membasahi langkah kecil pun besar yang kan kau ambil. 

Hidup penuh dengan pilihan. Baik buruk benar salah. Jatuh bangun. 

Tidak ada satu hal pun yang tidak membuat hati menjadi goyah. Kemudian sesekali patah menjadi teman baik disetiap perjalan. Menjadikannya pelajaran-pelajaran berharga. Pelajaran yang mampu mendewasakan segala pikir juga tindakan. Tidak perlu lari. Diam saja dulu sejenak. Kalau persimpangan jalan itu masih ada, aku akan datang untuk sekedar mendekapmu hangat. Memberikan ketenangan yang katanya selalu kau rindukan. Menimang-nimang gundah, menjadikannya lebur bersamaan dengan jingga kemerah-merahan diujung senja. 

Jiwa terus saja tumbuh seiring dengan perjalanan waktu. Kalau kau terjerambab, kau akan tumbuh menjadi hal-hal baik. Iya. Baik kalau kau berpegang pada hal-hal baik. Selain pilihan, Tuhan memberikan garisnya sendiri. Sebelum kau menjadi kau yang terlahir di Bumi. Teruslah menjadi baik. Teruslah bertumbuh menjadi kebaikan. Kalau suatu hari kau disalahkan sebab pilihan yang mungkin juga sudah digariskan Tuhan dalam kehidupanmu, tutuplah mata dan telingamu. Cukup diam resapi tiap jengkal kehidupan. Cukup berhenti sejenak. Mengambil nafas untuk menangkan segala pikir. Semua ini bukan salahmu. Teruslah berbuat baik. Menjadi terang diantara gelap jalanmu. Menjadi pelipur lara bagi hidupnu sendiri. Sebab.. tiada kalimat tanpa titik, tiada tujuan tanpa akhir. Sebab.. hidup tetaplah hidup.

Monday, November 19, 2018

Sepenggal Cerita

Aku ingin bercerita sedikit. Dengan harap tidak akan melupakannya suaru hari nanti. Sebab dengan ini aku bisa membacanya berartus-ratus kali dan kau pun bisa mengingatnya suatu hari nanti. Entah sebagai kenangan baik, atau kenangan pahit. Buatku ini adalah kenangan baik. Karenanya aku merasa begitu dicintai..

Jadi ceritanya pada suatu hari, aku sedang  merindukan seseorang. Lantaran tidak bisa bertemu dan juga sulit berkomunikasi, aku pun merajuk. Bertingkah kekanak-kanankan. Lalu ketika aku sedang ngambek-ngambeknya, rindu-rindunya, chat malah tidak dibaca, tidak dibalas, kemudian tidak ada kabar sama sekali. Kesalnya bukan main. Akhirnya setelah berkeluh kesah dichat yang tak kunjung dibaca juga, aku memutuskan untuk tidur. Pukul 01:08, aku terbangun hanya sekedar mengecek apakah sudah ada kabar setidaknya pesanku dibaca olehnya. Namun masih tidak ada tanggapan. Kesal bukan main. Mungkin gawainya rusak. Mungkin kuotanya habis. Sabar saja. Batinku.
Pukul 05:30, aku terbangun untuk memulai aktivitas. Ku buka gawaiku untuk sekedar mengecek kembali, namun nihil. Sama sekali tidak ada kabar. Aku masih berbaik sangka. Mungkin tidak ada kuota juga tidak ada pulsa untuk sekedar mengabari kalau tidak bisa menghubungi barang sedikit waktu.
Hal yang kulakukan setelahnya adalah membersihkan badan; mandi. Ketika sedang mandi, tiba-tiba ada telpon masuk. Dia rupanya. Kesalku memuncak. Ternyata dia punya cukup pulsa untuk menelfon tapi tidak punya cukup pulsa atau kuota hanya sekedar memberi kabar. Tidak niat untuk menjawab. Hhh, penasaranku memuncak dan kuangkat lah dering itu.
"Aku didepan." Katanya. "Hah? Didepan?" Kataku. Auto panik. Langsung ku basuhlah seluruh badanku kemudian berpakaian. Setelahnya lari ke depan rumahku. Tahunya betul! Jam masih menunjukkan pukul 6:30 pagi dan dia sudah berdiri depan rumahku dengan tatapan nanar. Wah. Aku kehabisan kata-kata.
Ku buka pintu rumah sambil berkata, "Kok bisa sampai sini? Kenapa?"
"Kamu kan marah sama aku, kesel sama aku. Makanya aku ke sini." Katanya
"Aku bingung." Perasaanku saat itu campur aduk. Kesal. Marah. Bingung. Senang. Bercampur menjadi satu kesatuan. Ku persilahkan ia masuk dan duduk dibangku ruang tamu rumahku.
Ia masih melihatku nanar dengan tatapan tersedih dari yang pernah aku lihat sebelumnya. Kemudian ia melanjutkan.
"Iya kamu kesel kan sama aku? Kamu marah kan sama aku?" Masih melanjutkan pertanyaan yang sama. Dengan berat aku menggelengkan kepalaku, berusaha memberikan senyuman paling lirih. "Aku ngga kesel sama kamu. Aku cuma kangen." Kemudian kami berdua terdiam. Larut dalam keheningan masing-masing. Menyesapi segala perasaan yang kian menyembul satu persatu.
"Aku tahu kamu kesel. Udah dari hari sabtu aku merasa kamu kesel sama aku. Hari minggu aku coba Vcall kamu memastikan kamu baik-baik aja apa pura-pura baik-baik aja. Taunya, dari mata kamu aja keliatan. Ditambah kamu bales cuma singkat-singkat aja. Kemarin setelah chat terakhir karena aku ngga mau kesel sama kami, ngga mau marah sama kamu, akhirnya aku matiin handphone. Baru setelah jam 11 malam aku berusaha tidur ngga bisa tidur. Coba cek kamu ngechat tapi aku ngga mau bales. Ngga mau baca. Aku ngga mau lebih nyesek melanjutkan obrolan chat yang cuma kamu bales singkat-singkat dan sekenanya kamu aja. Rasanya ngga enak banget kalau kamu kesel, kalau kamu marah. Nyesek banget. Makanya aku kesini pagi-pagi sebelum kamu berangkat kerja. Aku ngga mau ini berlarut-larut. Aku ngga mau jadi semakin lama kamu marah sama aku. Aku juga ngga mau kesel dan marah sama kamu kalau aku lanjutin balesin chat kamu semalam. Aku ngga mau kesel sama kamu atau marah sama kamu. Ngga enak.. bener-bener ngga enak." Suaranya lirih namun tenang. Aku tahu betul ia menekan segala emosinya. Yang ku dengar hanya perasaan sedih yang begitu dalam. Seketika itu juga aku meneteskan air mataku satu demi satu. Bahkan sebelum ia selesai melanjutkan apa yang diutarakan. Aku hanya mendengar sambil terisak-isak. Hatiku rasanya mencelos mendengarkan penjelasannya. Jarak antara rumahnya dengan rumahku ialah 40km yang apabila ditempuh dengan kendaraan roda dua memakan waktu 1 jam 30 menit untuk waktu paling cepat. Ia berangkat sehabis subuh meninggalkan rumahnya dengan perjalanan yang jauh udara yang dingin hanya untuk mengatakan, "Aku kangen sama kamu. Maaf kalau aku ngga punya banyak waktu untuk balesin chat kamu dengan cepat. Maaf kalau aku ngga bisa sering ketemu kamu. Sekarang aku ketemu karena aku kangen sama kamu. Aku ngga mau kamu marah lagi sama aku. Jangan marah lagi yaa. Sekarang nangis aja, lepasin semua yang kamu rasain." Ia mengatakan dengan berusaha untuk tenang, dengan menekan semua emosi juga ego dalam dirinya. Mengusap air mataku yang terus jatuh tak tertahankan. Aku merasa jadi orang paling jahat sedunia. Mengabaikan orang dengan hati selembut dia.. Sangat teriris.
Setengah jam hanya ku habiskan untuk menangis, menyesali apa yang ku lakukan sebelum hari itu aku bertemu dengannya.
"Maaf.. maafin aku. Aku cuma kangen sama kamu. Maaf kalau aku banyak tingkah. Aku kangen, saking kangennya aku jadi kesel sama kamu. Maaf. Maafin aku." Meskipun terbata-bata, hanya itu yang dapat aku katakan.
Ia hanya tersenyum sambil berkata lagi, "Ngga apa-apa, selama itu buat kamu tenang. Asal jangan berlarut-larut ya, aku ngga mau. Sekarang mungkin bisa. Kalau nanti aku udah pindah aku ngga akan bisa dateng nemuin kamu setiap kamu lagi kayak gini. Aku ngga apa-apa kamu mau merajuk kayak gini, asalkan cepet sembuhnya cepet baliknya lagi yaa. Kalau jauh nemuinnya kan susah."
Mendengarnya aku langsung tertawa. Benar katanya. Aku harus kuat. Aku harus bisa mengontrol semua perasaan termasuk rindu.

Kami berdua hanya sama-sama pejuang. Pejuang rindu. Dia yang dengan sabar menghadapi aku yang banyak tingkah. Dan aku yang dengan gusar menanti temu. Kami merindu namun dengan cara yang berbeda. Rindu diracik, ditumpuk dengan harap supaya cepat bertemu. Semoga, setelah hari ini, bisa tenang menghadapi rindu. Tidak gusar kemudian jadi bar-bar, sampai membuat pejuang menempuh ruang dan waktu yang panjang..

Begitulah.. beberapa bagian ada yang terlewati seperti percakapan setelah mencoba berhenti menangis, karena hidungku dan pundaknya penuh dengan ingus sebab tangisanku. Juga tentang apabila kejadian ini terulang saat ia sudah tidak lagi di kota ini ia tidak bisa mengatakan lagi "aku didepan, tapi 'aku udah dibandara nih'." Dan bagian-bagian lain yang mungkin hanya tersimpan dalam memori kau dan aku.

Sepenggal cerita ini semoga dapat mengingatkanmu, kalau kau dan aku pernah bahagia. Bahagia sebab pertengkaran dan kesalahpahaman kecil kita mampu membawa diri kita pada dekapan yang hangat. Pada pagi yang dingin itu terasa hangat dan haru, karena temu sebab rindu ialah yang paling candu.

Tuesday, November 13, 2018

Mengenai Waktu

Pertemuanku kini bermuara pada perpisahaan. Perpisahan yang membuat rindu sering kali datang menggelitik sekaligus terdengar begitu lirih. Merindukanmu menjadi suatu kebiasaan baru yang akan ku jalani pada hari-hari berikutnya. Hari-hari dimana tidak ada lagi senyuman hangat pada setiap pertemuan. Setelah puas memandangi mata cokelatmu yang terus berbinar tiap kali melihatku, setelah lelah menggenggam erat tangan higga diri kepayahan. 

Musim dingin telah datang, sedang kau perlahan menjauh. Langkah kaki kita tidak lagi beriringan seperti musim panas lalu. Melangkah dengan santainya, sesekali diselipi candaan yang kadang tidak memiliki makna. Hanya memiliki artinya sendiri. Aku selalu menganggap itu lucu namun kau tak lupa untuk menertawakan aku yang menertawakanmu. Kita berdua tertawa, menertawakan diri kita masing-masing. Kau dengan ketidaklucuanmu, dan aku dengan menertawakan ketidaklucuanmu. Kau pasti ingat kalau aku sering kali tertipu dengan trik-trik jahilmu. Tapi kau juga pasti ingat kalau aku tidak pernah bosan untuk menertawakannya. Hal-hal sederhana itu begitu mahal. Aku baru menyadarinya setelah kau melangkah pergi.

Kini tidak lagi ku gantung tiap rindu yang datang menggerayangi malamku. Ku biarkan menguap bersama dengan doa-doa baik agar menyertai tiap langkah yang kau ambil. Langkah yang menguatkan kakimu dan juga dirimu sendiri. Setiap malam disepertiga malam atau setiap pagi tiap kali fajar datang. Cinta dan rinduku kan melebur bersamanya. Semoga kau tenang disana, semoga sampai segala harap, doa dan keinginan pada hati yang kau sembunyikan itu. Meskipun kau berlari, meskipun suatu hari nanti kau tersesat. Semoga setitik cahaya pengharapanku selalu sampai menuntunmu ke jalan yang membawamu pada kebahagiaan, ketenangan juga kedamaian. 

Meski kau mengatakan bahwa aku sama seperti kota kelahiranmu. Sama-sama membuatmu rindu. Aku bukanlah rumahmu. Panggil aku hanya sesekali setiap kau merasa rindu saja. Pundakku selalu siap menjadi sandaran, telingaku selalu sedia mendegarkan kalimat-kalimatmu mengenai hari-hari berlalu atau sekedar mendengarkan detak jantungmu dan tanganku tak pernah lekang untuk merengkuh hangatnya tubuhmu. Menularkan ketenangan yang selalu kau rindukan. Bukan lagi sekedar pengembara malam. Kau dan aku akan menjadi pengembara rindu. Mendamba-damba setiap pertemuan yang mungkin setiap ratusan purnama sekali atau bahkan ribuan purnama sekali. 

"Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja.". 
Sepenggal kalimat itu selalu mampu menjadi penenang tiap kali gundah datang. Melebihi narkotika-narkotika yang Jamal tawarkan. Melebihi obat tidur yang Mawar suguhkan. Dan aku percaya bahwa kalimat tersebut mampu membawa kita pada doa terbaik. Doa yang mampu menyegerakan diri untuk menjadi lebih baik, membawamu pada binar mata sejernih lautan. 

"Bukan kau yang salah. Bukan pula waktu. Ini adalah waktunya. Waktu yang tepat untuk membiarkan semua ini terjadi. Tidak ada kata terlambat dan juga tidak ada mengapa tidak dulu, mengapa baru sekarang. Garis ini yang seharusnya kita lewati. Waktu kita kan terus berpendar sampai detik ini dan juga detik selanjutnya."

Wednesday, November 7, 2018

Percakapan-percakapan Kecil

Percakapan-percakapan kecil yang tidak ingin dilukapan. 

A : Aku
D : Dia 

Suatu pagi hari
D : "Rambutmu udah panjangan lagi."
A : "Iya niatnya mau aku potong lagi."
D : "Jangan dipotong, biar panjang lagi aja. Soalnya bagus kalau rambutmu panjang."
A : "Kenapa gitu?"
D : "Karena bisa aku elus-elus, dan kamu kelihatan lebih cantik." 

Suatu siang hari
D : "Aku ngga peduli orang lain mau ngomong apa, aku tetep sayang kamu. Aku ngga peduli orang lain mau mandang dan mikir gimana, aku tetep sayang sama kamu."
A : "Iya, aku juga merasakan hal yang sama." 
D : "Aku sayang kamu." 

Suatu sore hari
A : "Mata kamu cokelat yaa. Eh iya kalo misal aku pake kontak lensa gimana?" 
D : "Jangan. Ngga boleh. Bukannya apa, bahayanya itu. Kalo misal kena debu dan lain-lain gimana?"
A : "Iya juga sih apalagi aku pelupa." 
D : "Nah itu.. kamu juga kan kadang ceroboh suka lupa. Kalau mandi lupa lepas lensanya gimana? Nanti malah ngga bisa dipake lagi." 
A : "Iya juga sih.." 
D : "Iya pake kacamata aja, kamu bagus kok pake kacamata. Allah kasih kamu mata minus biar kamu kelihatan lebih cantik juga pake kacamata." 
A : "Ahh kamu mah." 
D : "Haha beneran." 
A : "Yaudah aku beli kacamata aja deh." 
D : "Iya jadi ngga boleh ya. Beli kacamata aja ngga usah pake kontak lens." 

Masih disuatu sore hari 
A : "Ih, kumis kamu ada yang putih." 
D : Hening ngeliatin sambil pegangin kumis..
A : "Hihi kumis kamu aja udah ada ubannya berarti kamu udah tua." (Bicara sambil tertawa) 
D : "Ck iya emang udah tua." (Bicara dengan bibir manyun dan mukanya yang merengut)
A : "Hahahah engga kok kamu tetep ganteng, mau ada ubannya atau bertambah usia juga kamu tetep ganteng." 
D : "Emang aku ganteng kali." 
Kemudian kita berdua tertawa bersama-sama 

Suatu malam hari 
Air mata tiba-tiba mengalir deras dari pelupuk mataku 
D : "Nangis aja kalau kamu mau nangis. Nangis sepuas kamu sampai kamu merasa tenang." 
A : Masih sesengukan..
D : "Asal besok-besok jangan nangis lagi, kalau kamu mau nangis boleh, tapi didepan aku aja." 
A : "Iyaa.." 
D : "Udah udah." 
A : Masih mengusap air mata.
D : "Lagian kamu ngapain nangisin aku sih." 
A : "Kamu mah.." 
D : "Hahahaha udah yah.. besok-besok ngga boleh nangis lagi loh. Sekarang dipuasin dulu deh nangisnya yang penting setelahnya kamu merasa tenang."


Monday, November 5, 2018

Sebab Jarak

Mencintaimu, berat sekali. 
Ada banyak sekali ekspektasi-ekspektasi muncul dalam kepalaku. Padahal jarak antara rindu dan dekapan ialah sejauh telapak kakiku dengan awan dilangit. Secuil harapan-harapan muncul menggelembung menjadi doa yang selalu ku panjatkan sehabis sujudku. Bahwasanya tidak ada yang bisa kulakukan selain berserah pasrah. 

Lawan dari bertemu bukanlah berpisah, melainkan kehilangan. Langkahmu yang kian menjauh membuatku semakin hari semakin tersudut. Membesarkan segala khawatir yang tidak memiliki muaranya. Setiap kali datang, kalimat 'aku baik-baik saja' selalu berhasil menjadi penyelamatnya. Sebab, aku hanya perempuan yang mudah sekali rapuh.
 
Maafkan aku yang mudah untuk mengeluh, sebab jauh darimu ialah hal paling menakutkan untukku. Mencintaimu sudah berat sekali, ditambah harus menanggung rindu yang kian bertumpuk ditiap-tiap waktu. Harus berkejar-kejaran dengan segenap perasahaan ikhlas untuk menghela tiap perasaan yang terus berkecamuk dalam dada.

Katamu, kau pencemburu. Lalu, bagaimana denganku yang harus berebut dirimu dengan jarak, waktu dan ruang yang fana? Bukan hanya itu pula. Aku juga harus berebut dengan segala apa yang kau punya, yang bukan termasuk aku didalamnya. Aku hanya perempuan yang mudah patah. Kehilangan arah karena terus merindu. Menimang-nimang denyut nadiku yang terus berdenyut mendetakkan namamu. Dikeheningan pun keramaian.

Aku akan diam. Diam dan terus diam menunggu.. Sebab katamu, aku harus perlahan menunggu, bukan? Aku akan menunggu ditempatku. Sambil sesekali menengok ke dalam isi kepalaku. Apakah masih selalu ada kenangan antara kau dan aku?

Thursday, October 18, 2018

Kamu

Dalam satu masa perjalananku, aku bertemu dengan seseorang. Kamu namanya. Kamu datang dengan senyuman paling indah yang pernah ku temui di seluruh dunia ini. Kamu datang, dengan tawa paling renyah dari yang pernah ku dengar dari semua manusia di bumi. Kamu.. datang dengan segala kepasrahan kepada Semesta yang akhirnya membuat diri ini bersimpuh kemudian luluh lantak.

Tidak ada satu hal pun yang aku sesali bertatap mata dengan tatapan sedalam lautan. Aku bisa menemukan diriku tenggelam di sana. Tenggelam dalam begitu banyak cinta seindah samudera. Kamu pasti tidak tahu bahwa aku kepayahan karenanya kan? Tidak apa, kamu tidak perlu khawatirkan hal itu. Seandainya pun Semesta berkehendak lain, tidak ada yang bisa ku lakukan selain berserah pasrah. Kepada nasib yang telah tergaris sebelum kamu dan aku beranjak ke dunia yang fana ini.

Dari satu masa ke masa yang lainnya, menjelajah ruang dan waktu yang fana hingga jiwa saling bertemu dan menyatu dalam kedalaman rasa yang begitu dingin, juga hangat diwaktu bersamaan. Menumpuk rindu yang terus saja bergelayutan ditiap waktu. Memaksa diri untuk mengingat tiap jengkal hal yang telah terlewat.
Kamu.. dengan dekapan yang hangat, merengkuh tubuhku dengan segenap rasa memberiku segala ketenangan. Membelaiku sambil berkata, "Semua akan baik-baik saja."

Aku menggantungkan percayaku pada kalimat yang kamu ucapkan itu. Aku tidak percaya kalimat lainnya selain kalimat itu. Sebab, tiada muara paling teduh, selain tatapan mata juga dekap hangat tubuhmu. Yang tidak sekalipun berdusta..

Friday, October 12, 2018

Permata dan Senja

Katakan aku gila
Katakan aku tidak tahu diri
Kau boleh mengutukku seperti itu
Kau juga boleh mencaciku sepuasmu seperti itu

Tapi..
Apakah ada cinta yang salah?
Aku rasa tidak
Tidak ada yang salah dari cinta

Ia bisa saja menjerumuskanmu memperalatmu semakin candu
Tapi..
Apa ada perasaan cinta yang salah?
Tidak
Aku sangat yakin tidak

Mengapa begitu?
Karena aku pernah membaca buku, kalau seorang pencundang pada akhirnya juga bisa merasa bahagia. Dan ia merasakan bahagia hanya karena menemukan senyum yang hangat dibalik kemuning senja. Ia merasa bahagia menghadiahkan senja itu untuk kekasihnya.

Tentu saja itu hanya sepenggal cerita kebahagiaan yang kubaca dari sebuah buku tua di sebuah perpustakaan mini sekolahku dulu.

Pada ceritaku, kau boleh mengutukku sepuasmu. Tidak apa. Sebab, cinta dalam gambaran hidupku kini ialah seperti permata yang kutemukan dalam tumpukkan jerami. Kau pasti tahu bahwa permata memiliki kilauan yang indah. Kilauannya bisa membuatmu candu. Ia begitu berharga dan bermakna. Dalam tumpukkan jemari itulah aku memungutnya, mengambilnya, membawa pulang ke rumahku. Ku rawat segenap hati, menaruhnya ditempat paling suci. Ia kubawa kemana pun aku pergi dengan kilauannya begitu terpancar dengan indahnya. Aku seperti membawa sebuah keindahan tiada dua.
Namun.. permata yang ku temukan ditumpukkan jerami itu tentulah memiliki pemiliknya. Tidak mungkin ia begitu saja jatuh ke dalam tumpukkan jerami yang lusuh. Aku rasa pemiliknya pasti tidak sengaja menjatuhkannya. Kemudian ia lupa mengambilnya kembali sehingga permata itu ditemukan olehku.
Permata yang pada akhirnya ku bawa dan ku miliki sepenuh hati. Ada masanya nanti ia kan ku kembalikan, biar aku bilang pada Semesta untuk mengijinkanku memilikinya barang sewaktu saja. Dengan setulus hati.

Seibarat itu.

Kemudian, tiba pada suatu sore hari. Angin terus berserir-dersir, mengibaskan rambut yang terhelai sebatas perut. Ku pejamkan mata sambil mengulang kembali ingatan-ingatan yang segar dalam kepala. Aku merasakan sebuah dekapan dari belakang tubuhku menghangatkan seluruh hati yang tadinya sedingin kutub utara. Hangatnya menjalari seluruh tubuh membuat suatu perasaan ganjil yang belum pernah kutemui, kedamaian. Ketika ku buka mataku, hamparan laut luas begitu elok menyegarkan mata. Langit memancarkan senja yang keemas-emasan. Kicauan burung pantai bersaut-sautan bersamaan dengan deru angin bagai lantunan sebuah lagu alam semesta.  Ketengok kanan dan kiriku. Dan ternyata,  kedamaian itu hanya dalam kenanganku saja.

Thursday, September 20, 2018

Manusia Bumi

Tangerang, 20 September 2018


Kau dan aku hanya manusia-manusia bumi, yang dengannya ingin menikmati satu rasa yang utuh; bahagia namanya

Entah berwujud dan berwajah seperti apa

Dalam hidup kita diberikan pilihan-pilihan, termasuk dengan bahagia itu sendiri

Kau lebih bahagia mana, terjatuh atau bangkit, atau keduanya

Pilih saja satu jalan dimana kau tidak akan menemui sesal

Sebab, air mata lebih mudah jatuh karenanya

Jadi.. pejamkan mata dulu, renungkan

Apa diri menjadi manusia seutuhnya, dengan pilihan-pilihan yang Semesta berikan.

Monday, July 9, 2018

Temu

Bibir ini mengelu, diam terpaku 
Sementara jantung terus saja berdegup kencang 
Menatap kedua bola mata yang menatapku tajam
Tatap matamu masih sama 
Menyiratkan kerinduan yang teramat dalam 
Aku bisa apa?

Aku hanya manusia bumi,
sedangkan kau ialah penduduk Kahyangan
Aku hanya aku, 
tidak lebih dari seorang gadis kecil yang kau temui dipersimpangan jalan 
menuju Kahyangan

Baiknya, masuklah dulu sebentar 
Lepaskan segala rindumu 
Aku akan membiarkanmu malam ini

Namun, 
Dengarkan aku
Janganlah kau menetap esok,
pun seterusnya 
Jangan kau pergi ke bumi, lagi
Meninggalkan tempat bidadarimu tinggal 
Sebab bumi hanya 
membawa kenestapaan
Aku tidak ingin kau merasakan penderitaan ini

Bagaimana mungkin kau bisa mengalami penderitaan tiada akhir ini,
sedang kau mendaptkan kenikmatan dan kecukupan tiada tara dari asalmu tinggal?
Di Kahyangan

Maka dari itu, 
Untuk malam ini saja,
masuklah dulu. 
Pulanglah lagi setelah melepas rindumu 

Sebab bumi akan kemarau.


Sunday, June 17, 2018

Waktu

Baru saja ku rapihkan buku-buku yang tergeletak di atas meja kamarku. Ada satu buku yang sangat mencolok, ia buku jurnal yang pernah diberikan teman SMAku sebagai hadian diulang tahun ke 17 tahun.

Ku buka lembar demi lembar, bait demi bait dalam tulisan yang sudah sangat usang itu. Ku lihat pula tanggal dan tahun yang selalu ku bubuhkan ketika menulis isi jurnal itu.

Kau..
Meski sejauh waktu ku berjalan, terus menjadi diksi dalam tiap bait tulisanku. Seperti nafas yang terhembus tiap hari dalam hidupku. Sudah berapa lama?
Bertahun-tahun lamanya..

Ku tutup buku jurnal itu. Ku temukan ponselku berdering. Ah.. ada pesan rupanya. Iya. Pesan darimu.
Aku baru saja menyudahi hubungan yang begitu pelik. Lalu kau tiba-tiba masuk kembali dalam hidupku menawarkan sebuah jalan bernama masa depan. Masa depan yang didalamnya ada kau dan aku. Memulai kembali sesuatu yang baru, katamu. Padahal dulu, jauh sebelum hari ini kau dan aku pernah berbagi rasa, cerita yang kemudian berakhir begitu saja.

Ya.. baik dulu maupun sekarang kau mampu membuatku goyah. Berkali ku katakan, masa depan itu begitu mustahil. Kau bilang doa yang tulus bisa begitu manjur terkabul. Katamu kau memintaku dalam doamu.

Lantas.. sambil berdoa kau membuat komitmen pula dengan seorang wanita yang entah siapa aku pun tidak mengenalnya. Katamu, selama aku belum yakin kau akan bermain memanjakan diri dengan yang lain. Menurutmu bagaimana aku bisa yakin?

Sudahlah..
Menyerah saja, kau dan aku selalu berada di atas benang tipis yang selalu bisa membuat kita berdua terjatuh kapan saja. Sudah ku katakan, berhenti saja. Jangan memintaku, jangan berdoa untukku dalam hidupmu. Aku benar-benar ingin mengakhirinya.. Dari tahun ke tahun doaku selalu sama, untuk kebahagiaanmu yang tanpaku. Berbahagia dengan yang lebih baik dibanding aku.

Aku tidak ingin, kau berlari tunggang langgang begitu tau aku bukan milikmu. Jadi, bisakah berhenti saja?

Tuesday, June 12, 2018

Secuil Mimpi

Diantara mimpi mimpi itu, ada mimpi dimana aku bisa bersandar dibahumu sambil bercerita tentang gaduhnya pasar yang kudatangi sebelum setibanya kau dirumah. Sambil menggenggam tangan juga mendengarkan detak jantungmu.

Diantara mimpi mimpi itu, ada mimpi dimana aku bisa bernyanyi setiap waktu untuk sekedar menghiburmu dari hari yang sulit. Sambil mengajakmu bernyanyi dan berdansa bersama.

Sambil menyesap teh hangat, ku siap mendengarkan celotehmu, melihat kedalam bola matamu tentang sejuta perasaanmu saat itu.

Aku sudah tidak lagi menjadi warga kahyangan. Telah diusirnya aku dari sana. Maka dari itu begitu banyak mimpi yang tiba-tiba muncul ketika memikirkanmu.

Ironi, kataku.
Tiap kali memikirkan mimpi kecil yang diam-diam mulai memenuhi pikiran. Tidak bisa ku bilang tidak, sebab hati mudah terluka.

Sembari bermipi aku berdoa pada semesta, mengabulkan segala harap, mengabulkan segala doa, agar bisa terus bersamamu dalam suka dan dukaku.

Friday, June 1, 2018

Waktu Pertama Dan Hari Ini

Kamu tahu saat pertemuan pertama kita setelah sekian lamanya itu?
Aku tahu, bahwa kau ingin menarikku masuk ke dalam hidupmu.
Aku tahu, kau begitu penuh ragu waktu pertama kau rengkuh tubuhku.
Aku tahu, kau hanya butuh disembuhkan dari luka yang masih mengaga begitu lebarnya, dari duka berkepanjangan, dari hasrat yang masih terpendam dalam dadamu.
Aku tahu.
Siapa bilang aku tidak tahu?

Tapi, aku adalah manusia yang penuh maaf.
Begitu penuhnya aku lupa luka apa saja yang telah tertinggal pada diriku.
Aku hanya ingat sakitnya saja, aku hanya ingat bekasnya saja.

Buatku, tidak apa-apa.
Tidak apa-apa karena aku pasti akan sembuh.
Lukaku hanya luka kecil yang tidak kentara, bahkan dari raut wajah maupun sorot mataku.
Mana mungkin kau dapat melihatnya sedang kau sibuk menata hatimu sendiri?

Tapi, apa kau tidak lelah dengan kepura-puraan kita selama ini?
Apa karena kau juga sulit melepas egomu itu?
Kita tidak bisa merubah sesal yang sudah terjadi.
Aku juga tidak ingin menyesal, tidak sayang.
Mencintai dengan duka berkepanjangan apa tidak membuatmu jengah? Sedang kau dengan terusnya membohongi diri.
Mengiyakan segala ingin, demi memenuhi hasrat ego pada diri.

Bolehkah aku jujur?
Aku lelah..
Benarkah aku yang dibutuhkan? Untuk apa? Untuk mencintaimu? Atau menerima semua egomu?

Saturday, May 19, 2018

Semesta

Biarkan rindu kutitipkan pada hujan
Biarkan syahdu kasihku, kutitipkan pada nada-nada lagu ditiap musik yang kau alunkan

Agar sampai padamu segala rasa yang membuncah di dada
Agar dapat kau dengar bisikanku disana

Berharap semesta memberikan kesempatan pada dua anak manusia yang sedang jatuh cinta pun menrindu, untuk saling mencintai lagi dan lagi

Bahwasanya yang aku tahu,
Semesta hanya mengabulkan doa dari hati yang tulus, maka dari itu, sudah tuluskah engkau dalam memintaku?

Yang aku juga tahu,
Semesta akan mengembalikan hati pada kepunyaan sesungguhnya, maka dari itu, benarkah aku kepunyaan sesungguhnya?

Sunday, May 6, 2018

Lara.

Katakan aku gila,
Katakan aku biadab
Jalang yang tak tahu arah pulang

Waktu terus menyiksa batin dikedalaman saat semua terasa salah
Bahkan teriak hanya membawaku pada kehampaan

Secarik kertas itu tak berisi apapun jua
Secangkir kopi terlalu sedikit untuk kuseruput pada dinginnya malam
Tuk sejenak menyingkirkan lara

Pun pada akhirnya,
Orang-orang kan meneriaki, mencaci, mendengki

Katakan aku gila,
Katakan aku biadab
Jalang yang tak tahu arah pulang

Aku akan pulang kehadapan Bunda, sambil menangis mengais-ais
Minta dikasihani
Minta diampuni
Agar jiwaku tenang di dunia
Agar kehampaan berisi kecintaan
Pada fana
Juga nyata

Saturday, April 28, 2018

Pernah

Aku pernah menunggu
Sambil berharap-harap cemas
Sambil berucap-ucap doa
Semoga ia baik-baik saja disana

Kemudian pada suatu hari badai datang
Memporak-porandakan
Hatiku
Menjadi berkeping-keping

Nelangsa aku
Betapa kosong dan hampa rasanya hati
Dan aku membenci saat-saat itu
Saat-saat aku menunggu, begitu lama
Sampai hancur menjadi pecahan kenangan yang biasa disebut masa lalu

*

Setiap kali malam datang,
Ku panjatkan doa-doa
Agar semesta membiarkanku bahagia
Tanpa sesal
Tanpa menoleh kembali pada masa yang menjadikan aku bukan aku yang biasa

Setiap kali malam datang,
Ku panjatkan pula syair-syair
Untuk mengenang duka, menghapus lara
Bahwasanya semesta telah membiarkanku bahagia
Dengan keberadaan yang entah sampai kapan,
Entah sampai dipersimpangan, atau rumah ditepian

Sunday, April 1, 2018

Aroma Malam

Tiba disuatu malam
Jiwaku melangkah menuju bintang-bintang bertaburan
Meresapi harum aroma malam yang begitu khas
Aroma kenangan

Ku pejamkan mata, dan mengenang kembali
Masa-masa dimana cinta begitu menggairahkan
Juga begitu menyakitkan

Ku buka kedua bola mataku, dan duduk diperaduan dekat dengan cahaya rembulan

Aku bernyanyi
Menyanyikan nada-nada sendu
Kembali menghirup aroma khas malam

Suka
Duka
Bahagia
Luka
Rindu

Melebur pada irama yang ku senandungkan

Kemudian ada seseorang datang menghampiriku sambil berkata,

"Jangan bersedih, aku ada disini."

Your Twinflame

Mungkin, pada saatnya nanti ketika kau mengetahui bahwa jalanku bukan lagi ke arahmu, kau akan menangis dengan kencang. Memaki jalan hidupmu...