Monday, December 25, 2017

Kisah di Malam Hari

Pernah pada suatu hari aku duduk termenung dibalik jendela.
Mengenang kembali detik tiap detik yang telah terlewat.
Ada sekelebat perasaan yang mengikis ruang sendu dalam dada.
Ia memintaku menyudahi saja acara yang kulakukan sendiri itu. 

Kemudian dari padanya aku melangkah.
Melangkah tanpa pernah menoleh.
Melangkah tanpa pernah duduk lagi dibalik jendela sambil menyesap kopi beraroma masa lalu.
Aku terus berjalan. 

Kemudian aku bertemu padanya dipersimpangan jalan.
Ia bersimbah darah,
penuh luka. 

Aku membiarkannya masuk ke rumahku, dengannya kubasuh lukanya satu persatu hingga kering.
Membasuh dukanya hingga yang tersisa hanya senyum yang merekah di wajah. 

Aku tidak ingat lagi bagaimana caraku melangkah pada mulanya.
Setahuku, itu bermula pada saat aku mendengar bisikan kecil dari hati yang menyuruhku menyudahi saja duka berkepanjangan itu.

Kemudian ku bagikan secuil kisahku padanya untuk menghapus segala lara. Bahwa yang telah pergi, tidak akan kembali lagi.
Bahwa,
Kesepian adalah jalan pulang menuju rumah di tepian. 

Maka sambutlah dekap tangan penuh harapan, semoga senyum itu terus merekah di wajah. Kelak akan ku setubuhi segala rindu dalam malam-malam syahdu, bermandikan aroma kisah duka lara pun bahagia yang telah terjalin, hingga kini..

Sunday, October 8, 2017

Kerandoman Makan Seblak dan Inspeksi Bulan

Halo semua....
Waaa sudah lama sekali aku ndak ngisi blog ini. Sudah kering, lapuk dimakan waktu kayaknya ckck

Aku mau cerita sedikit ah, iseng-iseng ngisi waktu yang setengah malam ini. (looh?) Hahaha

Kali ini nulisnya agak beda yah, bukan tentang puisi atau sajak. Nope. Lagi ngga pengin nulis yang sedih-sedih, karena emang lagi ngga sedih. Hehe.

Jadi ceritanya aku tuh punya sahabat, temen, musuh, pacar yang komplit jadi satu yaitu Kang J (Inisial aja yah, biar ngga terlalu terekspos 😅). Malam ini tuh aku random banget ngajakin makan seblak karena kebetulan lagi pengin banget makan seblak dari dua hari yang lalu. Akhirnya oke kita langsung cuss menuju lokasi.

Lagi-lagi aku ngerasa aneh sama malam itu karena biasanya kalau aku keluar malam pasti ngeliat bulan. Dan saat berangkat, aku sama dia sama-sama ngga ngeliat bulan. Btw, kita sama-sama suka yang namanya liat keindahan alam yang gratis tis tis, macem liat bulan purnama, bulan sabit yang dikelilingin sama bintang-bintang.

"Kok ngga ada bulan yah? Padahal seminggu ini setiap aku pulang pasti liat bulan, lagi penuh-penuhnya, lagi terang-terangnya, kok ini tumben yah ngga ada? " -Aku
"Lagi mendung sih ini kayaknya." -Kang J

Lalu kita berdua kembali jalan sambil membicarakan hal-hal remeh lainnya yang menurut kami berdua menarik.

Awalnya sempat salah tempat karena pemikiran tempat yang kami tuju itu beda. Tapi untungnya tempatnya ketemu juga berkat papan namanya yang lumayan besar dan cukup terlihat.
Dengan percaya dirinya, aku pesan satu porsi seblak kwetiau plus telur dan es teh manis beserta makanan pelengkapnya pancong original. Sedangkan si kang J pesan seblak makaroni plus telur dengan minum yang sama, es teh manis. Levelnya sama-sama level 3 dengan harapan pedasnya sama seperti makan ayam Richeese Factory 😅.
Setelah makanan datang, kami coba cicipi masing-masing makanan yang kami pesan dan akhirnya.. Haft, pedasnya bikin perut perih. Ternyata emang aku tuh cemen banget makan seblak level 3 aja ngga kuat. Hiks.. 
Kang J sama kepedesannya kayak aku tapi,  He was so cool.
Akhirnya aku ngga sanggup dan hanya sanggup makan setengah porsi. Selebihnya kami makan pancong yang kami pesan kembal pancong beserta es teh manisnya untuk meredakan kepedesan dan kepanasan perut ini..

Kami sama-sama ngobrol seperti biasa, membicarakan hal-hal yang memang terlintas dalam pikiran. Diskusi, debat dan lainnya. 

Setelah merasa waktu sudah mulai malam, kami berdua memutuskan untuk pulang. Dalam perjalan, kami masih dengan aktivitas yang sama yaitu mengobrol, berbicara, berkomentar, dan biasanya aku yang lebih banyak mendengarkan.
Sampai ketika kami melewati pertigaan jalan dekat rumahnya Kang J,  dengan histeris dan ragu aku berteriak, "Eh itu bulan bukan sih? Iya kan? Ih bulet gitu, kok warnanya kayak orange kemerahan gitu yah?"
"Hayoo itu apa? Bulan bukan?" -Kang J
"Iya itu bulan tau! Waw, so beautiful!" -Aku
"Iya itu bulan. Tapi emang bagus sih." -Kang J

Tidak lama setelah percakapan itu, kami berbelok ke kiri menuju arah rumahku. Dan bulannya tiba-tiba menghilang. Aku panik, karena ketika aku melihat ke sekeliling ternyata ngga ada! 
"Oh god, masa bulannya tiba-tiba hilang?" -Aku
"Hayo kemana, coba cari lagi." -Kang J
"Bener ngga ada. Kok bisa yah? Bukannya kalo kita jalan bulan tetep ngikutin dibelakang kita?" -Aku
"Yah engga, dia kan punya arahnya sendiri." -Kang J
"Kalo tadi dia ada di depan kita, berarti sekarang dia ada di samping kita atau engga di belakang kita." -Aku
Kemudian aku mencari-cari namun tetap saja ngga ketemu. 
Kami berdua terdiam sampai kami melewati jembatan, dengan pelan-pelan mengendarai motorya dia berkata, "Coba cari lagi ada atau engga."
"Hmmm, oh.. Itu!" -Aku
"Mana? Dimana?" -Kang J
"Itu disana." Aku sambil menunjukkan ke arah bulan.
"Oh iya." -Kang J
"Bulan yang misterius." -Aku
"Ternyata kita mencari ke arah yang salah.. Ckck." -Kang J

Ternyara diketahui kalau bulannya tidak terlihat karena tertutup dengan bangunan-bangunan di sekitar.
Sesampainya di komplek perumahan tempat aku tinggal, kami berdua melewati gang-gang dimana setiap gang-gang yang terlewat kami intipi apakah bulannya terlihat atau tidak. Kami menamakannya dengan inspeksi bulan.

Ternyata untuk gang kedua dan setelahnya bulannya terlihat sangat menawan dengan warna yang sebelumnya belum pernah aku lihat. Ya.. Berwarna orange yang cenderung kemerahan.

Aku tidak tahu yang lain, mengenai sebab warnanya, atau hal lainnya. Yang kutahu, bulan yang terlihat malam ini begitu cantik. Dan lagi, aku tidak sendiri untuk melihatnya..

Semoga malam-malam berikutnya akan ada keindahan-keindahan dan ke freakan seperti malam ini.

Sunday, August 6, 2017

Sebab Kau

Wangi aroma laut masih menjadi teman baikku

Berisikan segala kenangan akan jejak-jejak yang kian hilang dimakan waktu

Kamu..

Masih menjadi diksi terindah untuk tiap-tiap syair yang aku torehkan

Sayangnya, bagimu cinta ialah dusta paling nista. Sebab kau menghilang

Sebab kau kira cintaku bukan ku jatuhkan padamu

Aku tak akan lagi percaya jika suatu hari nanti kau datang sambil mengaku mencintaiku





Tuesday, August 1, 2017

Mimpi

Ada masa dimana, aku meninggalkan kenangan-kenangan yang telah berlalu 

Ada masa dimana, kemudian ku toleh kembali tiap-tiap jejak yang pernah ku singgahi 

Menjadi masalahnya ialah waktu 

Menunjukkan seberapa tepat, seberapa tidak tepatnya tiap puzzle itu tersusun dengan apiknya 

Barangkali masih ada yang koyak, seperti kursi yang biasa ku gunakan untuk menerima tamu di pojok kiri meja kerjaku

Barangkali sudah ada yang tersusun dengan tepat 

Barangkali.. 

Sudah tertinggal semua perasaan-perasaan yang pernah begitu bergelora kepada satu anak manusia, pun beberapanya 

Barangkali.. 

Sudah jatuhlah hati kepada anak manusia lainnya, membentuk kenangan-kenangan baru layaknya puzzle yang baru saja ingin dimainkan 

Jadi, 

Biarkanlah istirahatmu memunculkan begitu banyak mimpi yang berisi kenangan, 

tentang pahitnya hidup 
tentang manisnya cinta 
juga

tentang aku

Thursday, July 20, 2017

Pendar Waktu



Melipir ditengah hujan basah malam
Memeras segala air mata mendarah
Baunya membusuk meremukkan tulang-tulang
Berlinangan bersama gugurnya kenangan

Katanya, siapa sembunyi ia akan mati
Namun tidak denganku
Luka ialah seibarat tumpukan dedauanan di padang mahsyar
Terus saja menyayat tiap menit terlewat
Mati begitu saja di peraduan kahyangan

Betapa kembali tiada bisa disinggahi, lagi
Cintamu tlah pergi
Mengurungku pada buaian pedih tak berperi
Menggugat kata-kataku
Satu, dua, tiga, enam, delapan
Perbuatan keji yang terbelenggu, di mata beningmu 

Ampuni aku
Wahai pembumi  
Jiwaku terus saja bersemayam pada waktu lalu
Masih bergelut melawan rindu-rindu
Pada tangan yang masih bergandengan
Pada bibir yang terus berpagut di malam redup

Jikalau terus saja menghilang bersarang di telaga warna
Bersama dengan luka dariku yang kau bawa sejauh waktu
Maka sebagaimana aku mampu merengkuh jalan pulang?
Terseok-seok memandu langkah untuk membawa
Cintaku
Rinduku 

Aku ingin kembali

Tuesday, July 11, 2017

Tiga Dekade

Aku mengaitkan seluruh rindu pada permukaan rasaku 
Bahwasanya ia tidak pernah lari kemana-mana 
Terus saja berjelaga dengan duka yang ada

Di malam hari aku bertanya pada rembulan 
Kemanakah pujangga cinta, bulan?
Ia mengatakan 
Sabarlah. Kalau bukan di matamu, mungkin di hatimu.

Lalu dengan segenap rasa
aku terus berdiam diri 
Memupuk segala kenangan agar ia kan bersemi, suatu hari nanti 
Mengatakan pada diriku bahwa tidak apa begini
Sebab akan datang hari aku bertemu dengan diriku sendiri 
Setelah sekian lama berserah pasrah 
Kehilangan arah 

Pada satu dekade 
Dua dekade 
Tiga dekade 

Aku bertemu dengan tangan yang begitu hangat 
Senyum yang begitu menyenangkan 
Mata yang begitu berbinar 
Dan yang terpenting, aku bertemu dengan diriku sendiri 
Berhadapan dengan Hitam dan Putih, sisiku yang tak pernah terlihat 
Oleh kasat mata 

Padahal aku tahu, dia bukan milikku 
Sebab cintanya pada Lebah begitu melekat 

Aku memberanikan diri 
Memberikan seluruhku 
Perasaan yang tidak begitu asing di hadapan 
Memberikan seluruh rinduku yang tak bersarang 

Aku memberanikan diri 
Membelai luka 
Mengobati dengan tangan-tangan basah 
mata airku 

Kemudian 
Pada akhirnya 
Setelah seribu abad aku berjalan, tanpa mengharap 
Aku menemukan 

Diriku dirindukan 

Saturday, June 24, 2017

Gugurnya Senja

Aku melewati senja
Pada jalan yang berguguran dedauanan
Dengan aroma musim gugur

Ada perasaan-perasaan ganjil menghampiri
Menggeletik ketenangan batin yang selama ini berucap baik-baik saja
Yang katanya menolak untuk merintih, sebab hati tidak ingin sedingin musim dingin di kutub utara

Bahwasanya semesta tidak mengharap cinta padaku
Sebab akulah pengemisnya
Mengayuhkan tangan setiap malam berharap didengarNya segala doa
Semusim, 
Pada musim yang dingin

Ialah patah hati menjadi penyebabnya
Segala duka yang mengikis tiap-tiap bahagia yang ada
Kalau saja genggamku tak dilepasnya
Kalau saja air mata, mata airku tak dilepasnya
Maka hatiku masih tetap utuh tak bersisa

Ia baik-baik saja, selama mata tertutup rapat
Telinga pun sama
Juga mulut yang enggan berucap
Sebab cinta ialah segala permata, hati

Namun,
Jikalau tiada bisa berdiri tegak saat padang mahsyar menggampiri, lantas kepada siapa lagi aku bersandar?
Maka maafkanlah segala dosa hati juga sikap yang terpendar, padamu

Tuesday, June 6, 2017

Menunggu ?

Berdukalah
Tanganku tak pernah lekang menghapus air matamu

Berbahagialah
Seolah kau kan menelusuri senja di padang mahsyar

Jatuh cintalah
Bersama dengan hembusan angin yang menerpa wajahmu


Sebab ku lihat kau di perasingan
Tanpa kata

Sebab ku lihat kau di perapian
Menunggu

Ketahuilah
Aku tidak akan pernah datang lagi


Sunday, May 28, 2017

Dimana

Pernah pada suatu hari, hujan badai datang menghampiri sambil berbisik bahwa Pangeran sudah datang. Lantas aku langsung bergegas lari keluar rumah ingin melihat apakah benar binar mata hangat yang datang. Tepat di depanku, berdiri sesosok pria bertubuh tegap dengan mata cokelat sedang menatapku dingin. 
Bukan dia.. 
Bukan dia.. 
Air mataku turun tak tertahankan. Menahan rindu pada kehangatan binar mata juga rengkuhan tangannya.  

Sunday, April 16, 2017

Rentang Waktu


Dua Belas Tahun Lalu

Tidak sedikit anak menghilangkan kesedihan daripada bermain
Begitu juga kau
Terpaku pada seorang gadis cilik,
aku namanya
Jalan berliku-liku, dan kau tersenyum
Namun tak kutemukan benang itu 


Sembilan Tahun Lalu

Layaknya seorang anak muda yang dimabuk cinta
kau memberanikan diri untuk menyapa
Aku tak mengapa,
sebab aku bicara juga pada dedaunan, kucing liar
Mencoba memahami setiap percakapan yang terlontar
Namun kau malah membawaku hanyut pada labirin yang tak terpecahkan
Kau pasti tidak tahu kalau aku mengamuk
Lalu pergi begitu saja

 

Enam Tahun Lalu

Patah hati ialah duka paling nestapa bagi seorang pecinta sepertiku
Kehilangan seperuh jiwa seperti dihujam begitu banyak tombak
tak tertahankan perihnya
Kemudian kau masuk kembali mencoba berbagai macam peruntungan
Kalau saja aku bisa menjadi bagian dari hidup panjangmu
Kalau saja aku bisa menggenapkanmu
Kau pasti tidak tahu,
Racun hanya membutuhkan penawar
Aku bisa melihatnya hanya dari binar matamu
Bahwa tidak ada satupun penawar yang kau punya
Penawar itu ialah cinta



Empat Tahun Lalu

Ilmu Pengetahuan telah memenuhi dirimu
Aku bisa melihatnya
Lantas kau ceritakan misteri-misteri mengenai organisasi dunia yang begitu keren-menurutmu
Namun buatku hal itu bukan sesuatu yang patut dibanggakan
Karena teori tersebut, bisa menghancurkan kehidupan yang Tuhan Ciptakan
Akhirnya kita berselisih paham,
Untuk pertama kalinya aku bertengkar soal pandangan yang berbeda

 

Dua Tahun Lalu

Setelah kekacauan terakhir, aku tidak lagi mendapat kabar
Tidak juga berpikir mengenai kabar baik atau burukmu
Masih kutemukan pesan-pesan di salah satu akun sosial mediaku bahwa kau meminta maaf dan ingin memulai lagi pertemanan
Saking lelahnya, akhirnya kau hanya menawarkan untuk datang ke acara yang kau adakan bersama teman organisasimu
Lagi-lagi, aku tidak menggubris

 

Satu Tahun Lalu

Bunga yang mekar pada akhirnya akan layu juga
Begitu juga amarah
Muncul pesan lagi di salah satu akun sosal mediaku
Kau rupanya
Aku pun menyerah untuk marah
Untuk apa pula aku marah?
Awalnya kau hanya ingin kembali menyapa dan menyambung kembali pertemanan
Aku mendengarkan segala apa yang ingin kau ceritakan
Meski aku tahu pertemanan yang kau maksud bukan hanya sekedar pertemanan
Kau bilang aku berada dipuncak tertinggi di suatu gedung kosong. Tidak ada lift
Kau bilang aku berada pada level tertinggi dari suatu game, yang sama sekali tidak bisa kau taktulakan
Baik dulu maupun sekarang
Aku melihat luka
Jauh di lubuk hatimu, ada lubang yang mengaga begitu lebar
Aku bisa merasakannya
karena hidupku ditahun-tahun sebelumnya ialah hidup penuh luka, penuh dengan rasa bersalah, penuh dengan darah ditangan kanan maupun kiri
Aku tambah yakin ketika melihat kedua bola matamu secara langsung
Kau pasti tidak tahu
Aku merasa lega, pada akhirnya kau mengerti bagaimana rasanya mencintai kemudian patah hati
Ini waktu yang tepat untuk menyembuhkan luka, baik kau maupun aku
Dan kau  menemukan penawarmu,
Ialah aku
Ialah kau

Tuesday, April 11, 2017

Musafir Durjana

selangkah lagi kau kan memasuki ruang penuh tahta
di sebagiannya ialah karangan, mawarmu
perlahan kau kan lihat taman perasingan paling durjana
dipenuhi rangkaian bunga penuh balutan duri berisi racun yang kan membunuhmu

katanya kau musafir yang berasal dari gurun Sahara
maka ku perkenalkan, aku

bola matamu sejernih lautan lepas
maka lantas ku tak percaya kau ialah musafir paling kejam seantero jagad raya
baiknya duduklah dahulu dan lihatlah ruang yang baru itu
adakah mungkin ingin kau rampas cantiknya
atau kau rawatlah dengan peluhmu

"Bunuhlah aku." Ucapmu dengan tenang sembari duduk di balik pintu
"Aku hanya pergi untuk berhenti mencintainya, Nona."

malam menjadi amat panjang
kemudian ku tatap lekat-lekat matanya, sekali lagi
lalu adakah lelaki durjana dengan tatapan mata sehangat sekaligus sesendu bidakara langit malam?

Friday, March 24, 2017

Sebait Kau

Ialah kau 
Segelas duka juga nestapa yang telah tersedia di meja makan
Mengunyah perlahan-lahan 
Menjadi gumpalan-gumpalan di dalam rahim ibu 

Cinta ialah nyanyian buih-buih embun
Di situ kau letakkan seluruhnya 
Memisahkan duka dan bahagia 
Menjadi bait-bait rindu 

Ialah kau 
Secarik kertas dengan tinta merah 
Berisi darah dari kisah malam panjang kumbara 

Cinta ialah desau angin berangin malam hari 
Memuncak pada bibir pantai 
Dengan segala luruh hujan

Tengoklah ke belakang 
Atau tataplah mata yang sebening lautan 
Masuklah ke dalamnya 
Kelak ada aku 
yang mencintaimu

Wednesday, March 8, 2017

BFF

Teruntuk, 

Sahabat paling baik sedunia. 

Aku ingin sekali membalas tulisan-tulisanmu untukku. Hanya saja waktu tidak pernah berpihak padaku. Hiks. Baru kali ini lagi aku memiliki kesempatan, jadi silahkan dibaca yah :')

Aku senang sekaligus bahagia, karena kukira selama ini kamu tidak pernah menganggapku se-spesial itu. Tiap kali membaca, aku selalu merasa terharu. Terima kasih. Sudah menganggapku sahabat baikmu bek. Iya, memang tidak ada yang kekal di dunia ini. Begitu juga dengan kita. Tapi harapku ialah kita selalu memiliki benang untuk tetap tersambung. Setipis apapun benang itu. Tidak apa, asal aku bisa tetap mendengar, membaca semua cerita-ceritamu yang seringkali membuatku takjub. 

Aku senang sekaligus bahagia, kalau kecintaanku pada sastra dan juga seni membuatmu berkembang jauh lebih baik melebihi aku. Setidaknya aku merasa diriku berguna. Terima kasih telah mengingatkanku pernah melakukan hal baik. Jujur, aku sedang kehilangan arah. Ingin sekali berbagi cerita lagi, cerita-cerita yang sering ku pendam sendiri karena entah harus berbagi dengan siapa. Aku juga tidak ingin cerita kita hanya tentang itu-itu saja. Mengenai firasat buruk, mengenai hal-hal yang sering kita bahas. 

Aku senang sekaligus bahagia, kalau aku selalu menjadi segala yang baik untukmu. Harapku selalu sama, semoga harapmu dan harapku akan terus menjadikan kita tetap tersambung, seperti yang kau bilang dulu. Terima kasih, berkat dirimu aku merasa berguna :)

Tertanda, 

Perempuan yang banyak khayal.



Sunday, February 19, 2017

Rindu

Sudah lama aku memenjarakanmu
Dalam puisi-puisiku
Dalam bahasa paling kalbu
Menyiratkan duka paling lara untukmu

Ah..
Rasanya kau dan aku tak pernah memiliki jalan yang searah
Kau selalu ke barat
Sedang aku selalu ke selatan
Berjalan, sambil menunggu
Ilalag hilang di pinggir jalan

Kau tak tau seberapa lama aku berdiam di persimpangan jalan
Dengan harap kalau saja ada pertemuan
Kalau saja benang merah itu masih tersisa

Tiap kali ku kembali
Pada keramaian
Pun kesepian
Harapku ialah temu, meski hanya bayangmu
Meski hanya punggungmu

Katakan padaku
Betapa kau rindu binar mata
Juga hangat peluk di tengah hiruk pikuk dunia
Dengan begitu aku akan berlari
Pergi mendekap
Tubuhmu

Maka kau akan tau betapa ku kekalkan rindu begitu dalam di relung hati
Menyemayamkan segala pedih
Maka janganlah kau sambut kicauan burung-burung pantai
Sebab cinta ialah tempatmu pulang

Friday, February 17, 2017

Inang Sahara

Dari banyaknya tetesan hujan 
Ada setetes rindu 
Menyelinap dalam aliran syahdu mata 
Deras tiap malamnya 

Bagaimana mungkin bait demi baitnya selalu saja sama?
Sedang Tuannya sudah pergi menjauhi dunia 
Mengekalkan gundah gulana 
Menjadikan warna mata si Inang kelabu 

Tidak percaya 
Pada cincin di jari manisnya
Sebab aku ingat cumbuan panas di tengah gurun sahara 
Sebab aku ingat betapa lembut suara, juga sentuhan demi sentuhan
Memabukkan 
Hingga hanyut pada kahyangan 
Pada malam-malam berbintang 

Jangan tanyakan mengapa 
Karena si Ratu hendak memenggal kepalaku 
Meguliti daging ku untuk di santapnya 

Di araknya ke tengah lapangan luas 
Rakyatnya memenuhi panggilan
Untuk menyaksikan
Kematianku 
Sebab Tuannya sudah pergi lebih dulu 
Di rebus dalam panci panas mengekalkan segala rindu 

Katanya, Tuan bisa memeristri lebih dari Ratu 
Nyatanya kepunyaannya di renggut pula
Kecintaannya, 
hingga bisa membawa Tuan pada kenikmatan dunia 
lebih dari Ratu 
Lebih dari Ratu yang hanya memberikan isi dunia pada Tuan 

"Aku mencintaimu" bisiknya di tengah desahan tiada henti 
Nyatanya kau mati juga, Tuan.

Lalu pada terik matahaari pagi 
Juga pada rinai hujan malam tadi 
Aku bersumpah akan mengutuk segala rindu
yang bermula dari Sungai Nil 
hingga gurun sahara 

Sudah

Ratumu telah bersiap memangsa se-ekor ular macam diriku 
Tunggulah di neraka 
Aku tidak sabar ingin mengadu 

Bahwa aku juga mencintaimu, Tuan
Bahwa aku akan menghancurkanmu sekali lagi, Tuan. 

Dalam kepedihan paling lara
Dunia Nyata 
maupun nerakamu

Saturday, February 4, 2017

Hilang-mu


1
Suara deburan ombak
Semilir angin
Aroma laut
Kamu
Menghilang di gulung ombak dan tak kembali
Dinginnya air laut yang menyentuh kakiku
Tak bisa membawaku padamu
yang hilang

2
Awan begitu gelap
Juga perasaan yang tak dapat ku bendung
Tetetsan mata air
Air mataku
Juga jatuh bersama dengan luka pedih perih
Genggammu tlah tiada 
Aku sendiri
Lagi

3
Kemana harus ku lari, kekasih?
Sedang jingga yang biasa kita lukis berganti jadi pekatnya gelap awan
Sedang tiada lagi burung-burung laut
yang kita lihat sore hari di bibir pantai
Menunggu jingga
Menunggu terbenamnya pencahayaan dunia

4
Sudah berminggu-minggu
Sudah berbulan-bulan
Aku masih menunggumu
Kembali
Dari balik ombak
Berharap kau hanya tersesat di dunia kahyangan
Lalu kembali lagi dengan cintamu yang selalu menghangatkan

5
Aku tak pernah bisa tidur
Kau terus saja muncul
Dengan senyum terbaik
Dengan suara termerdu
Ketika bangun aku selalu berlari
Ingin menenggelamkan diri untuk bertemu denganmu lagi
Lalu Bapak menamparku
Katanya kau tlah tiada

6
Dusta paling keji ialah kehilanganmu
Lukanya begitu menusuk sampai remuk
Tulang
Padahal ilusi
Padahal imaji
Yang di nyata-kan
Kemudian meronta-ronta
Meringis
Padahal sakitnya di hati-ku

7
Rindu pun terus membelai malamku
Siangku
Pagiku
Senjaku
Hingga ku balik lagi ke bibir pantai
Dengan payung untuk menutupi dukaku
Sebab
Kematianmu
Juga cintaku



Sunday, January 29, 2017

Tidak Ada


Pada daun berguguran di taman
Kelopaknya menghiaskan namamu
Satu
Dua
Tiga
Empat
Begitu ku hitung terus sampai senja tiba

Tetap namamu

Pada hujan yang begitu lebat di malam hari
Tetesannya mendengungkan kerinduanku
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Begitu ku hitung terus sampai fajar tiba

Tetap merindumu

Aku berjalan sampai pada sudut-sudut kota
Melihat gemuruh canda tawa bocah-bocah
Mendengar rintihan ibu-ibu tentang habisnya beras untuk makan malam
Merasa mencekam dengan preman-preman mabuk di bawah sinar lampu jalan malam  

Demi mencari cintaku

Kemudian aku menyadarinya
Kau tak ada di manapun

Tidak di mataku
Tidak di hatiku 

Duka

Hujan di bulan Januari
Bukanlah hujan tanpa kenangan
Justru tetesannya mengandung seribu kali kepedihan
Mengenai hancurnya mimpi-mimpi tiada akhir

Aku menunggu di gerbang
Ingin membawakan makan siang
Namun kau tak ada,
Katanya kau pergi membawa duka

Lantas aku mencarimu disekliling tempat biasa kau menaburkan duka
Kau tetap tak ada

Aku menunggumu di depan rumah
Kau tak kunjung pulang

Sudah berhari-hari
Sudah berminggu-minggu

Mei mei datang kerumahku, bilang ada seorang pemuda mengapung di Sungai Biru
Berbondong-bondong warga menuju ke sana
Termasuk aku di bawanya

Sampai di sana pemuda itu sudah berada di daratan
Bajunya penuh dengan lumuran darah
Kulitnya sudah memucat
Pun wajahnya yang hancur penuh lebam dengan tulangnya yang sudah banyak patah

Orang-orang tak ada kenali sedikit pun
Mei mei juga

Lalu aku hanya bisa terdiam
Terpaku

Meski begitu aku tetap tahu
Bahwa itu kau



Your Twinflame

Mungkin, pada saatnya nanti ketika kau mengetahui bahwa jalanku bukan lagi ke arahmu, kau akan menangis dengan kencang. Memaki jalan hidupmu...